Backpacker Nusa Penida - Lombok (Part 1)



Assalamualaikum, teman online 😁

Untuk kali ini, mungkin ada pengalihan fungsi pada blog saya, yang tadinya untuk tugas kuliah, akan saya gunakan sebagai hobi menulis dimana saya akan lebih bercerita tentang kehidupan saya.

Pada penulisan kali ini, saya akan berbagi pengalaman tentang travelling ala backpacker ke Bali & Lombok, untuk Bali, saya fokuskan ke Pulau Nusa Penida (ini pulau yang lagi booming 😀)

Baiklah, mari bercerita. Perjalanan kali ini, diawali dengan percakapan melalui apps Whatsapp bersama teman kuliah dulu, sebut saja Bapak Septi, yang diakhiri dengan bergabungnya teman kantor lama, sebut saja Ibu Icha. 

Percakapan ini terjadi dengan keisengan di bulan Juli, yang lalu sempat ragu-ragu lalu mulai diseriuskan untuk menyusun sebuah planning dan destinasi. Awalnya seperti ini, saya memilih destinasi Banyuwangi - Bali - Lombok (ini modal menyebrang dengan kapal saja), lalu Septi memilih destinasi Nusa Penida - Lombok (ini modal menyebrang dengan kapal saja), dan Ibu Icha memilih Bali. Ternyata, pilihan jatuh pada Nusa Penida, Bali dan Lombok.

Ibu Icha ini mau bergabung karena :
1. Tujuan Bali
2. Bapak Septi bilang akan pergi ke Bali - Lombok bareng saya (intinya dia curhat)
Joinlah si Ibu Icha ini, dengan kondisi saya dan teman sudah booking tiket pesawat PP.

Kok bisa? Jadi, bulan Juli menyusun planning, sempat ragu, lalu kembali yakin dan mencari promo tiket pesawat PP, dengan tujuan CGK - Ngurah Rai dan Lombok - CGK. Nah, sesudah dapat tiket pesawat PP, mulai booking penginapan dan sewa motor (Ibu Icha juga nimbrung booking ini).

Perjalanan ini berjalan pada 7 Sept 2019 - 10 Sept 2019, dengan destinasi : 

Hari pertama : flight to Bali lalu menyebrang ke Nusa Penida (Kelinking Beach, Angel Billabong & Broken Beach, dan Crystal Bay)
Hari kedua : Kelinking Beach & Diamod Beach dan menyebrang kembali ke Bali lalu dilanjutkan menyebrang ke Lombok
Hari ketiga : penginapan ke Lombok Utara (planning awal, air terjun Sendang Gile dan lainnya)
hari keempat : menuju Lombok Timur (Bukit Selong) dan flight back to Jakarta
Intinya adalah Bali full pantai, Lombok full dataran tinggi 😀. Penulisan ini saya bagi menjadi dua bagian, part 1(Nusa Penida) dan part 2 (Lombok).

Hari pertama, ini flight dari CGK - Bali dengan penerbangan pagi 05:50. Sejujurnya, saya paling tidak bisa penerbangan pagi, kenapa? Karena mengantuk (ini menimbulkan tidur pulas selama penerbangan) efek dari bangun lebih pagi bahkan dini hari, jam 03:00 yang diawali dengan tidur pada jam 23:00 dan harus meninggalkan rumah jam 03:30 paling telat. Berhubung rumah dekat dengan Terminal Kampung Rambutan, maka naik Damri dari sini yang berangkat jam 04:00 (setiap 30 menit pasti ada). Perjalanan memakan waktu 1 jam, sampai Soetha pas subuh hari, solat baru ketemu teman (karena rumahnya dari Bogor, jadi janjian di musola soetha).

Setelah ketemu, buru-buru check-in (bukan check-in online yaa) yang melalui antrian  (disini salah perhitungan, harusnya datang lebih awal lagi). Panik, karena pas lihat jam tangan (fyi, saya selalu pake jam tangan #gppngasihtauaja😅) waktu penerbangan tinggal 30menit lagi. Alhasil tanya petugas maskapai, dibantu checkin langsung tanpa antrian (ku bahagiaaa, ku terbanttuu sekali, terima kasih para petugas counter maskapai 😊).

Finally, aman, tidak ketinggalan pesawat. Karena penerbangan pagi, maka selama perjalanan saya isi dengan tidur pulas. Penerbangan di menit ke-20 pun saya sudah tidur dan terbangun di 15 menit sebelum landing 😁.

Foto ini saya ambil sebelum landing, dataran tinggi Jawa Timur

Ada sedikit kendala, karena ini the first time ke Bali, jadi sempat bingung bagaimana keluar dari bandara dan apa kendaraan untuk ke Pantai Sanur. Opsinya berupa taksi, bus, taksi/mobil online. Dipilihlah taksi/mobil online karena "anak kota" lebih akrab dengan apps transportasi online. Order sendiri memakan waktu lebih dari 30 menit, kenapa lama? Ternyata, apps transportasi online dibatasi  (diblokir) penggunaannya di bandara, sehingga kalaupun mau order pasti sulit, tapi sedikit mendapatkan kisaran harga yang harus dibayar karena diparkiran mobil banyak terparkir mobil-mobil milik driver transportasi online. Simple nya adalah mereka menjajakan jasanya tanpa lewat apps transportasi online, jadi hanya menyuruh customer untuk buka apps dan samakan harga sesuai apps (saya kena Rp150.000 dari bandara ke Pantai Sanur sekitar jam 10.00, harga apps Rp165.000, harga taksi Rp200.000).

Di Sanur, janjian bertemu dengan Ibu Icha yang sudah sampai terlebih dahulu (si Ibu dapat tiket penerbangan Jumat malam, saya dan Septi sabtu pagi). Dari Sanur menyebrang ke Pulau Nusa Penida dengan fast boat El Rey, harga tiket Rp 75.000/orang. Ini pesan lewat teman Pak Septi yang tinggal di Bali, kalau wisatawan bisa kena harga tiket lebih dari itu 😞. Waktu tempuh penyebrangan 30-45 menit, karena Sanur bukan dermaga, maka jangan membayangkan naik ke kapal dengan celana kering yaa 😂 sudah pasti basah karena langsung kena air laut (terlebih saya yang memiliki tinggi badan yg terbilang mungil 😥). Kapalnya bersih karena pengunjung harus melepaskan alas kaki sebelum naik ke kapal. Ketemu dermaga di pelabuhan Nusa Penida, Banjar Nyuh.

Penampakan Pelabuhan Banjar Nyuh, pengambilan menggunakan kamera handphone dengan mode panorama 

Sesampainya di pelabuhan sudah banyak warga sekitar yang menawarakan penginapan dan menjemput customernya. Disini, kita bertemu dengan Ibu Siti, nama penginapannya adalah Losmen Tenang, disini bisa menyewa motor dan alat-alat snorkling (sesuai namanya, tenang, tenang untuk wisatawan menyewa dan tenang suasana penginapannya). Lingkungan di penginapan ini termasuk dalam warga muslim, jadi cukup aman dan kita masih bisa mendengar suara adzan 😊. Kita menyewa satu kamar dengan fasilitas kamar mandi dalam, 1 kipas, dan 2 single bed, serta dua motor lengkap dengan jas hujan dan helm.

Setelah check-in, dzuhur dan makan siang, perjalanan pun dimulai~ (Tips lebih baik isi bensin dulu karena kita tidak tahu jarak dan medan jalan yang akan ditempuh ^^). Untuk makan siang, kami memilih semacam warung padang tetapi ala warteg dimana customer ambil makanan sendiri (ala prasmanan), nanti akan ditotalkan berapa yang harus dibayar (saya kena Rp15.000 dengan nasi + 1 sayur + 1 lauk + air putih). Karena backpacker dan baru memulai perjalanan jadi cukup menghemat hehe 😁

Perjalanan pertama menuju Kelingking Beach, sebelah barat Nusa Penida, waktu yang ditempuh sejam kurang (tepatnya sedikit lupa 😅). Pertama kali datang ke sini, sedikit kaget, banyak turis (baru sadar, betapa terkenalnya pantai ini dituris 😮). Yess,, penuh wisatawan selfie/wefie, ini sudah terlihat dari mereka yang berjalan kaki dari parkiran menuju tebing (pantainya dibawah, harus menuruni tebing). Untuk tempat petama, hanya dihabiskan waktu sebentar, cukup berfoto disalah satu spot buatan warga yang memanfaatkan ketinggian dan pohon (ini kena Rp5.000/orang). Lumayan antri dan harus bergantian dengan pengunjung lain yang mayoritas mancanegara .

Diabadikan dengan kamera handphone, dengan bantuan lensa wide

Yeaahh,, this is me. Memanfaatkan spot bikinan salah satu warga

Disini dikenakan parkir, cukup bayar Rp5.000/motor. Untuk Kelingking Beach masih ada ceritanya, saya lanjutkan di part 2 yaa 😊. Lanjut perjalanan ke tempat kedua, masih menjelajah baratnya Nusa Penida. Sekitar 30 menit sampai di destinasi kedua, Angel Billabong, disini banyak tempat spot foto, dan ada serupa karang bolong gitu. Saya berikan foto saja yaa~

Angle nya bagus dari atas, karena pantai ini, pantai tebing (spot pertama)
Spot kedua

Spot ketiga, berhubung jalan ke bawah ditutup jadi foto-fotonya dari atas. Coba search gambar Angel Billabong, pasti ada gambar orang berenang, nah spotnya ditempat ini. Spot ini terkenal dengan nama Broken Beach

Spot keempat. Kalau kalian drone, tempatnya indah banget. Diatas karang bolon itu ada jalan setapak. Ada yang bilang ini Broken Beach juga

Dari destinasi ini, dilanjutkan dengan destinasi terakhir, infonya tempat ini merupakan salah satu tempat untuk mendapatkan sunset. Hayoo,, siapa yg tergiur? Pasti tergiurlah yaa 😏. Jarak tempuh dari Angel Billabong ke Crsytal Beach lumayan cukup jauh, mungkin sekitar 1 jam perjalanan.

Saya mau cerita, tempat penginapan itu kampung muslim, jadi selain tempat penginapan agak susah untuk mencari tempat solat. Nah, dipantai ini ada kejadian yang cukup membuat saya kaget "kok begini?". Jadi, sampai ditempat ini jam 17:25, buru-buru cari tempat untuk solat. Disengajakan solat ditempat ini, karena info si bapak Septi ada musola ditempat ini, ternyata dicari-cari tidak ada musola. Lalu liat ada seorang bapak solat diatas bale dimana dari bale itu ada toilet buatan warga yang disewakan.

Ini foto si bapak solat diatas bale (tempat duduk sebuah toko yang tutup). Mohon maaf, saya ambil fotonya diam-diam

Alhamdulillah, pikir saya. Lalu saya mempersilahkan si Ibu Icha untuk berwudhu lebih dahulu sembari saya menyiapkan alat dan tempat solat. Tips buat kalian, kalau travelling, usahakan bawa tas kecil atau berukuran sedang yang penting muat untuk mukena dan alas solat (alas solat sendiri saya sering menggunakan kain tipis yang bisa dijadikan selimut, intinya kain serbaguna, bias beli ditempat yang saya kunjungin, kenangan untuk diri sendiri 😅).

Disaat si Ibu Icha dikamar mandi, dari luar saya melihat raut muka penjaga toilet kesal. Kenapa? Jadi begini, ini kan toilet milik pribadi, si penjaganya hanya punya 2 bilik, disaat teman menggunakan 1 bilik, bilik toilet satunya lagi sudah berganti 4 custumer, otomatis si penjaga risih kenapa teman saya lama menggunakan toilet. Si penjaga gusar, marah, dan menggedor pintu toilet yang digunakan teman saya. Setelah keluar, saya tanya ke teman, alasan dia lama menggunakan toiletnya, dia menjawab dia pee dan wudhu. Lalu berimbas ke saya? Sedikit berimbas, karena si penjaga sempat melarang saya untuk menggunakan toiletnya. Saya sendiri risih jika ada air dekat, saya tidak mau tayamum, terkecuali benar-benar susah air, saya akan tayamum (seperti di Ijen, Banyuwangi. Sstt,, nanti saya ceritakannya 😉). Alhasil, saya inisiatif negosiasi dengan muka meyakinkan dan sedikit memelas ke si penjaganya. Alhamdulillah, si penjaga luluh karena saya menjanjikan hanya untuk berwudhu.

Yeaahh,, alhamdulillah, selesai masalah kerumitan untuk solat ditempat yang mayoritasnya non muslim. Sunset di Crystal Beach seperti apa, pasti indah banget? Hmm,, saya kasih foto aja, biar kalian yang menilainya (apapun ciptaan Allah pasti indah kok 😉).

Seperti ini rupanya. Masih dengan kamera handphone yaa, mode : low light

Suasana dipantainya lumayan cukup ramai, semakin sore malah semakin ramai (saya tidak paham kenapa seperti itu 😶). Disini, hanya duduk manis menikmati suara ombak, terpaan angin, dan sunset (heemm,, tetiba kangen dengan suasana itu 😔).

Karena hari semakin gelap, maka diputuskan untuk kembali ke losmen. Sebelum tiba di losmen, membeli makanan di pasar dekat losmen, beli di gerobak, nasi remes gitu + beli mineral dan cemilan ciki (karena di losmen tidak melihat ada galon air mineral heheh 😅). Setibanya di losmen, bersih-bersih, solat, dan tidur.

Hari kedua, dimulai dengan subuh, siap-siap untuk perjalanan hari ini dan packing. Lohh, kok packing? Ya, karena sorenya harus menyebrang kembali ke Sanur, demi menghemat waktu, packing dilakukan diawal hari (I just get the feeling to do that and tell the others for packing too 😅). Setelah packing, dilanjutkan beli sarapan dan isi bensin. Untuk sarapan, pasti kalian akan suka, karena kami memilih  makan nasi campur khas Bali dimana porsi yang lumayan banyak dan harga yang bersahabat, Rp5.000/porsinya 😍 (dimakan nanti ketika sampai destinasi pertama).

Oops, sepanjang perjalanan disuguhin sama pemandangan ini 😍

Disini sedikit mengubah planning, kami memutuskan untuk kembali ke Kelingking Beach dikarenakan hari pertama belum puas hehe 😬. Jam 06.00, kami meninggalkan losmen dan tiba di Kelingking Beach 06.30, sepi sekali hanya ada beberapa pengunjung yang datang awal. Karena mayoritas beragama Hindu, pasti akan sering ditemui pura, ditempat ini ada satu pura dengan halaman yang lumayan luas dan ada seekor anjing penjaga. Kami yang tidak terbiasa dengan hewan ini ketakutan (terlebih kami membawa makanan) otomatis dia mengendus baunya. Panic attack!! Finally bisa pergi menjauh setelah dibantu oleh sepasang turis mancanegara dan bapak lokal, sedikit lega bisa menghindari hewan itu.

Dikedatangan kedua ini, kami sepakat untuk turun ke Kelingking Beach dengan modal sok tahu dan tanpa bekal apapun tentang track ke bawahnya (that's a big mistake 😱). Pertama-tama, kami mengira medannya hanya tangga biasa yang sudah tersusun rapi tetapi tidak, karena yang disusun rapi hanya beberapa meter saja tidak full sampai bawah. Alhasil, karena ini tracking turun tidak terlalu melelahkan dengan track seperti, tidak dengan kondisi naik ke atas heemm 😞.

Penasaran dengan track nya seperti apa? Sudah lihat ciri khas foto Kelinking Beach kah? Ya, pantai tebing, pantainya ada dibawah tebing sehingga track yang digunakan adalah tebing, dimana ada beberapa bagian merupakan pahatan tangan manusia lokal nan ahli untuk membuat celah pada tebing sebagai sanggahan setapak kaki pengunjung dan tali tambang sebagai tumpuan untuk tangan. Kebayang kah? Contohnya, sama seperti wall climbing atau wall clifting. Tracknya hanya satu jalur untuk pengujung naik dan turun, bila bertemu track terjal yang berupa tebing, minta prioritas untuk naik dahulu (tips : naik itu lebih butuh tenaga ekstra, jadi prioritas utama adalah yang naik karena yang digunakan otot kaki, tangan, pikiran, dan badan sedangkan turun cukup kaki dan badan > menurut saya #cmiiw 😅).

Untuk turun tidak ada kendala hanya saja saya sedikit kerepotan dengan bawahan yang saya pakai, karena saya menggunakan rok span dan ada sedikit insiden lengan baju sobek karena tersangkut dahan kayu yang digunakan untuk pegangan 😂. Sesampainya dipantai, betapa takjubnya, sepi pengunjung, belum ada tukang dagang, berasa private beach. Berikut saya kasih gambar betapa sepi dan bahagianya kemi berhasil turun ke pantai.

Yeah, the three of us~

So happy to go there 😍

Lanjut besok yaa~

Minggu, 8 Maret 2020 01:52, Cirebon (perjalanan menuju Kota Pelajar)

Ini tulisan keempat setelah dua kali gagal lanjutin karena tidak dapat ide dan sekali lagi karena kesalahan pribadi dimana ada ide tetapi memilih membersihkan apps 😭

Baik, saya lanjut ceritanya, dan sedikit mundur ke pagi hari perjalanan dihari kedua. Jadi, perjalanan pagi hari ada kejadian tak terduga dimana teman saya terjatuh dari motor. Saat itu, saya berjalan lebih dulu di turunan bebatuan (bukan aspal, jadi jalanannya ada yang rapi aspal dan bebatuan). Saya curiga tidak melihat motor teman mengikuti setelah melihat ke belakang melalui spion, maka diputuskan untuk putar balik.

Setibanya di TKP, saya melihat pemandangan teman saya sedang membersihkan luka dengan dedaunan seadanya. Karena gemas melihat caranya menangani luka maka saya membantunya dengan perjalanan minim P3K. Pertama, menmbersihkan luka dengan air mineral, kedua menutupnya dengan tisu yang direkatkan hansaplast.

Ini adalah hal salah! Luka terbuka tak boleh ditutup dengan tisu yang memiliki tekstur mudah menempel jika terkena cairan. Alhasil, bukannya menghentikan luka ini akan memperburuk luka karena luka tertutup oleh tisu dan menimbulkan sekitar luka menjadi kotor (bahaya kalau tidak dibersihkan). Terpaksa perjalanan menuju Kelingking Beach dilanjutkan karena dia menyanggupi mampu ke sana.

Ada sebuah kebiasaan yang cukup tidak lumrah dimana ditengah jalan kami berhenti disebuah warung untuk membeli stock hansaplast dan si Ibu penjual menyarankan untuk mengolesi lukanya dengan bensin. Beliau memberi contoh tentang luka terbuka/luar/lecet suaminya yang cepat kering setelah diolesi bensin 😶😶

Maka dengan sangat terpaksa teroleslah luka teman saya dengan bensin dan kami lanjutan kembali perjalanannya. Setibanya di Kelingking Beach, teman saya memutuskan untuk mencuci lukanya dengan air laut, menurutnya air laut dapat membuat lukanya cepat kering (heemm, saya baru dengar dan baru tahu lohh 😶)

Untuk Kelingking Beach saya skip menceritakannya, saya lanjut cerita menuju Atuh Beach. Jadi, Atuh Beach dan Diamond Beach ini satu kawasan yang tersatu dengan dataran tinggi yang lalu dibuatkan jalan aspal. Perjalanan ke Atuh Beach dimulai jam 10 dan bermodalkan Maps. Ada dua jalur menuju ke sana, pertama jalan terpencil bebatuan dan tanah merah (ini jalur lama) dan kedua jalur aspal (ini jalur baru). Karena kami menggunakan Maps dan Maps mengarahkan jalur lama sehingga membuat kami tersesat.

Sebelum sadar kami tersesat, saya sudah feeling tersesat dengan tiga kondisi. Pertama, kejadian dipertigaan, saya melihat petunjuk arah mengarahkan lurus tetapi rekan semotor saya mengatakan belok kiri pada Maps. Alhasil, saya membelokan kemudi sesuai dengan Maps ('Aneh', pikir saya).

Kedua, semakin mengikuti Maps, semakin diarahkan menjauh jalan beraspal, karena masuk ke perkampungan dimana jalan bebatuan dan masuk ke jalan yang kanan-kirinya rumah penduduk. Saya melihat anak kecil sedang berlarian keluar dari rumahnya, karena ingin membuat perasaan mengganjal tadi, saya pun menyapanya "Hai, Adik", sapa saya. Adik ini berhenti berlari, diam terlalu ditempatnya berhenti dan menoleh ke belakang. Dan sayup-sayup says mendengar suara perempuan memanggil "Kaak. Kakaak". Tapi tidak saya gubris panggilan itu, motor pun tetap melaju mengikuti Maps.

Ketiga, sampai didepan sebuah kandang sapi dimana ujung dari jalan datar bebatuan, 'kampung sekali', pikir saya dalam hati. Kami sempat bertatap muka dengan seorang Ibu yang keluar dari rumahnya menuju kandang sapi, ingin bertanya tapi tak satupun diantara kami untuk bertanya. Ini kesalahan fatal, kenapa? Jadi, kondisinya kandang sapi ini ujung dari jalan datar bebatuan dan ketika belok isinya jalan turunan bertanah dan berbatu. Saya dan teman saya Septi kondisinya mengemudikan motor yang sudah posisi menahan motor ditengah turunan, dan rekan semotor saya sedikit kelelahan.

Dengan modal tak mau bertanya, terpaksa menutupi jalur tersebut karena Maps mengarahkan seperti itu. Ketika maps bilang tujuan telah sampai dan yang kami dapat tidak sesuai dengan prediksi, tadaaaa saat itulah kami sadar bahwa KAMI TERSESAT hahaha 😁😂

Diputuskan untuk kembali ke pertigaan awal dan hanya mengikuti jalur aspal. Catatan buat teman online, di Nusa Penida rata-rata jalur menuju tempat wisata banyak yang sudah beraspal, cukup ikutin petunjuk papan arah dan jalanan aspal kalian akan sampai ditempat tujuan ^^

Perjalanan keluar dari perkampungan tersebut, kami bertemu dengan 4 orang turis mancanegara, kami menyarankan kepada mereka untuk balik arah dan mengikuti jalur aspal.

Akhirnya, kami tiba di Atuh Beach jam 12 siang, cukup menguras waktu. Disini karena saya sudah merasakan lelah maka sudah tak berselera untuk melihat-lihat dan saya memilih membuang rasa lelah dengan duduk diwarung. Lumayan lama saya duduk diwarung tersebut karena bercengkrama dengan pemilik warung, kami order es kelapa, ciki, dan es + pulpy orange (habis sekitar Rp25.000, cukup murah ditempat wisata seperti ini). Disini teman saya meminjam sandal rekan Ibu warung untuk melihat Atuh Beach karena sandal dia putus karena jatuh dari motor.

Dirasa cukup rasa lelah berkurang, kami beranjak melihat-lihat sekitar pantai. Saya beri gambaran ya, pantainya ada dibawah karena ini dataran tinggi yaa tapi aman kok ada tangga rapi jika mau turun dan ada 2 sisi di Atuh Beach ini (saya dapat disisi yang baru dibuka 🙂) bukan yang bersanding dengan Diamond Beach.

Atuh Beach dari sisi lain 🙂

Kami pun hanya sebentar menikmatinya, pindah ke sisi satunya lagi yang berdampingan dengan Diamond Beach. Butuh waktu sekitar 30 menit berpindah ke sisi lain. Dan setibanya disana, bingung dengan parkiran motor yang berantakan dan ada kendaraan berat yang sedang bekerja merayakan jalanan (masih tahap beberes jalan untuk diaspal). Cukup membenar biaya masuk seikhlasnya, dan sampai di Diamond Beach 😊



Kami memutuskan untuk tidak turun ke bawah, hanya sekadar four-foot ditangga saja.



Dari Diamond Beach langsung kembali ke hostel, kami lewat jalur berbeda dari berangkat. Perjalanan pulang sungguh dilemma, mengejar waktu, panik, tapi tetap dapat pemandangan yang ciamik 🥰 Dan kami memutuskan untuk berhenti 15menit dipantai yang membutuhkan waktu 30 menit lagi menuju hostel. 


Pantainya berada di dataran rendah dan sedikit berbatu. Disini setiap dari kami membutuhkan waktu untuk :
1. Icha butuh waktu bermain dengan air
2. Septi butuh waktu mencuci kaki terlebih lukanya
3. Saya butuh waktu mengistirahatkan tangan saya (2/3 perjalanan full saya mengendarai motor)

Setibanya di hostel waktu menunjukan 16.30 dimana kapal terakhir jam 17.00. Terburu-buru oleh waktu, maka bagi dua, Septi mengantarkan Icha ke pelabuhan (Icha inisiatif beli pop mie karena kami hanya sarapan), dan saya tim sapu bersih kamar. Setibanya Septi sampai hostel, kami pun membayar hostel, sewa kendaraan dan ganti rugi kendaraan. Dan saya pun bersyukur si Ibu Losmen mau ditransfer karena tahu kami mengejar kapal. Alhasil, kami berdua orang terakhir naik kapal hahaah 🤣🤣

45 menit terombang-ambing dilaut dan sampailah di Pantai Sanur. Disini, kami habiskan waktu untuk menikmati senja, mandi, dinner disalahsatu resto ternama di Bali dan menghabiskan waktu sampai jam 21.00 di masjid besar dekat pantai Sanur.

Akhirnya dia main air juga hahah

Kurang dapat sunset nya 🙁

Jam 21.00 order taksol menuju pelabuhan Padang Bai, butuh waktu 45menit, sesampainya disana, beli oleh-oleh dan nyebrang ke Lombok. Biaya kapal sekitar Rp45.000 #cmiiw #sayalupa 😅 dan rencana kami gagal total, rencana awal adalah penyewa kamar ABK semalam Rp100.000/Lamar Visa untuk 4 orang tetapi karena kami masuk kapal belakangan tidak dapat kamar sehingga penyewa 2 kasur untuk bertiga dimana per kasurnya sebesta Rp50.000

Selesai cerita hari pertama dan kedua trip ini. Next, saya akan meluangkan waktu untuk bercerita kembali di hari ketiga dan keempat.

Mohon bersabar untuk menunggunya yaa ^^
Saya ucapkan terima kasih dan mohon maaf jika ada Salah kata dalam penulisannya 🙏🙂

Wassalamualaikum.Wr. Wb, teman online~ 👋

Nb : jika mau bertanya silahkan comment atau DM di Instagram saya yaa > bangunmarukineno 😁😁

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Perusahaan Yang Bergerak Dalam Bidang Teknik Informatika

Konvergensi Teknologi

Manusia Dan Penderitaan